Senin, 04 Mei 2009

Erik "the blind climber" Weihenmayer

Meskipun orang-orang mengatakan bahwa ia tidak akan pernah
mampu melakukanhal-hal seperti yang dilakukan oleh orang -
orang lain, Erik Weihenmayer tidak memercayai vonis itu dan
menolak hidup dengan keterbatasan-keterbatasan.Setelah ber-
tarung dengan kebutaannya selama bertahun-tahun, Erik bela-
jar untuk menerima hal itu dan membuatnya sebagai bagian
dari kehidupannya. Ia berjuang untuk mengubah masalah menjadi berkat.
.

Pertama-tama ia bergabung dengan regu gulat di SMU, pernah menjadi
kapten danjuara gulat kedua di negara bagiannya. lalu diselingi dengan
memanjat tebing,meyelam dan lainnya. Berikutnya Weihenmayer mengambil
tantangan dengan mendaki gunung, sebuah hobi yang bahkan cukup sulit
bagi orang-orang yang penglihatannya sempurna.


Pada tanggal 25 Mei 2001, Erik Weihenmayer menjadi satu-satunya orang
tunanetra dalam sejarah yang dapat mencapai puncak gunung tertinggi
di dunia, Puncak Everest. Pada tanggal 20 Agustus 2008, ketika ia ber-
diri di puncak gunung Carstenz Pyramid di Papua, puncak gunung terti-
nggi di belahan Austral-Asia, Weihenmayer menyelesaikan perjuangannya
mendaki tujuh puncak gunung tertinggi di tujuh benua. Erik hanya di
ikuti oleh kurang dari 100 orang pendaki gumung yang berhasil mencapai
prestasi hebat ini. Tambahan pula, ia telah mendaki El Capitan, gunung
batu monolit granit yang curam setinggi 3300 kaki di Yosemite,dan juga
Lhosar,tebing air terjun dengan bekuan es setinggi 3000 kaki di daerah
Himalaya, dan tebing batu curam yang paling sulit dan jarang didaki se-
tinggi 17.000 kaki di Kenya.

Di dalam bulan September 2003, Erik bergabung dengan 320 bintang atlit
dari 17 negara untuk berlomba pada Primal Quest, petualangan dalam ber-
bagai jenis olahraga yang paling keras; 457 mil melalui Sierra Nevada,
sembilan hari, 60.000 kaki di antaranya melewati daerah pegunungan, dan
tidak ada waktu jeda.Dengan tidur hanya rata-rata dua jam perhari, Erik
dan timnya menerobos masuk garis finis di Danau Tahoe, yang menjadi sa-
lah satu dari 42 tim yang mencapai garis finish dari 80 tim yang mengi-
kuti start.

Setelah mencapai puncak Everest, sekolah "Braille Without Borders" bagi
para tunanetra di Tibet mengundangnya untuk mengajar para murid untuk
mendaki gunungdan tebing. Pengalamannya dalam banyak pendakian mendorong
semangat para murid tunanetra itu untuk mencapai keunggulan di bidang
yang jarang dimanfaatkan para tunanetra. Erik dan enam orang anggota
tim Everestnya pergi ke Tibet di bulan Mei 2004 untuk melatih para murid
di sekolah itu, kemudian di bulan Oktober di tahun yang sama ia mengajak
dan memimpin mereka untuk mendaki Rombuk Glacier di bagian utara Puncak
Everest. Meskipun mereka tadinya termasuk orang Paria, para remaja tuna
netra itu akhirnya berdiri bersama di ketinggian 21.500 kaki, lebih ti-
nggi dari tim tunanetra manapun dalam sejarah. Steven Haft,produser film
Dead Poet's Society dan film berkelas lainnya, mengabadikan pendakian
para tunanetra itu dalam film dokumenter dan mengundang tepuk tangan ke-
hormatan (standing ovation) dalam berbagai festival film di Toronto, LA
dan London. Film itu telah diputar di bioskop pada tahun 2007 yang lalu.

Sebagai bekas guru SMU dan pelatih gulat, Erik merupakan salah satu atlet
paling menakjubkan dan terkenal di dunia. Meskipun ia kehilangan pengli-
hatannya di usia 13, Erik telah menjadi pendaki gunung,pemain paraglider,
dan pemain ski, yang tidak pernah membiarkan kebutaannya menghalangi
semangatnya untuk mencapai kehidupan yang luar biasa dan memuaskan.
Prestasi pendakian gunung Erik telah menganugerahinya dengan penghargaan
ESPY, sebuah penghargaan dari majalah Time bagi seorang atlit terbaik di
tahun 2001.Selain itu ia mendapatkan kehormatan ketika namanya diabadikan
di "National Wrestling Hall of Fame", dan mendapatkan penghargaan ARETE
untuk prestasi atlit luar biasa di tahun itu, ia juga meraih penghargaan
"Helen KellerLifetime Achievement",dan penghargaan Casey Martin dari Nike,
dan penghargaan "Freedom Foundation's Free Spirit". Ia juga diberi kehor-
matan untuk membawa obor Olimpiade musim panas dan musim dingin.

Selain menjadi atlit kelas dunia, Erik juga menjadi penulis buku "Touch the
Top of the World", yang diedarkan di sepuluh negara dalam enam bahasa.Menu-
rut Publisher's Weekly, buku kenangan Erik itu sangat menyentuh hati dan
penuh petualangan yang luar biasa dan Erik mengisahkan kisah luar biasa itu
dengan penuh humor, kejujuran dan rincian yang hidup, sehingga buku itu
sangat memberi inspirasi dan dorongan semangat dan kekuatan. Buku itu juga
difilmkan dan ditayangkan di bulan Juni 2006.

Buku Erik yang kedua, "The Adversity Advantage: Turning Everyday Struggles
Into Everyday Greatness" yang ditulis bersama penulis laris dan guru di bi-
dang bisnis, Dr. Paul Stoltz, telah diedarkan di bulan Januari 2007 dan di-
terjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Gramedia. Melalui keahlian
Paul di bidang ilmu Pengetahuan dan pengalaman Erik, buku itu membagikan tu-
juh "puncak" bagi peningkatan daya tahan menghadapi kesulitan dan membalik-
kan kesulitan menjadi bahan bakar yang tak pernah habis untuk bertumbuh dan
mencapai inovasi. Steven Covey, penulis buku terkenal, menulis kata pendahu-
luandi buku tersebut. Kisah Erik juga ditulis dalam majalah Time,
Forbes, dan Reader's Digest.

Film Erik yang mendapatkan penghargaan, "Farther Than the Eyes Can See", di-
beri peringkat "Duapuluh Paling Top"/Top Twenty dalam jajaran film - film
petualangan sepanjang masa oleh Men's Journal. Dengan meraih hadiah pertama
diantara 19 film dan dinominasikan untuk mendapatkan penghargaan Emmy, film
itu dengan indah menangkap perasaan, humor, dan drama dalam kisah pendakian
Erik yang bersejarah, selain meraih tiga gelar serba pertama oleh timnya;
tim pertama yang terdiri dari ayah anak yang sampai di puncak tertinggi,
orang paling tua pertama yang sampai di puncak tertinggi, dan tim pertama de-
ngan anggota paling banyak yang sampai di puncak tertinggi. Melalui film ini
telah terkumpul dan dibagikan dana sebanyak $ 600.000,- bagi organisasi-orga-
nisasi sosial.

Prestasi Erik yang sangat luar biasa telah membuatnya diundang dalam acara -
acara TV NBC; Today's Show dan Nightly News, Oprah, Good Morning America,
Nightline, dan Tonight Show, untuk menyebutkan beberapa di antaranya.
Wajahnya juga telah menghiasi halaman sampul depan di majalah Time, Outside,
dan Climbing Magazine.

Pada tahun 1999 Erik bergabung dengan Mark Wellman, orang lumpuh pertama yang
mendaki gunung El Capitan setinggi 3000 kaki, dan bersama Hugh Herr, seorang
cacat yang kedua kakinya diamputasi dan merupakan seorang ilmuwan di Harvard
Prosthetics Laboratory,* mendaki tebing setinggi 800 kaki di Moab, Utah.
Sebagai akibat keberhasilan mereka bersama, ketiganya membentuk organisasi
nirlaba "No Barrier" yang bertujuan mempromosikan gagasan-gagasan dan pende-
katan inovatif, serta teknologi yang membantu orang-orang cacat untuk menca-
pai kehidupan yang luar biasa dengan menyingkirkan segala penghalang dan
batas dari kehidupan mereka. Erik juga melayani di National Braille Literacy
Champion atas nama *American Foundation for the Blind*.

Karier Erik sebagai pembicara motivasi telah membawanya keliling dunia, mulai
dari Hongkong ke Swiss, dari Thailand sampai pertemuan puncak APEC di Chille,
selain di seluruh Amerika Serikat. Ia berbicara kepada banyak orang tentang
bagaimana meningkatkan daya juang melawan kesulitan (Adversity Quotient),
pentingnya tim yang saling terjalin erat, dan bagaimana menghadapi kesulitan
sehari-hari untuk mengejar impian anda. Semua pencapaian dan prestasi Erik
membuktikan kepada kita semua bahwa orang tidak perlu punya penglihatan yang
sempurna untuk mendapatkan visi yang luar biasa.

1 komentar:

calovision mengatakan...

mas,dimana saya bisa mendptkan teknik mendaki bagi tunanetra,saya sdh 4thn meengalami kebutaan.trims