Senin, 29 Desember 2008

Rock Climbing

I. PENDAHULUAN
Pada dasarnya Rock Climbing merupakan bagian dari mountaineering (kegiatan mendaki gunung, perjalanan petualangan ke tempat-tempat yang tinggi), hanya dalam hal ini kita dihadapkan pada medan yang khusus dengan peralatan khusus pula.
Dengan membedakan daerah atau medan yang dilalui, mountaineering dapat terbagi menjadi; Hill Walking, Rock Climbing dan Ice/Snow Climbing. Hill Walking merupakan perjalanan yang biasa melalui serangkaian hutan dan perbukitan dengan berbekal pengetahuan navigasi dan survival. Kekuatan berjalan naik dan turun adalah faktor utama suksesnya suatu perjalanan. Untuk Rock Climbing, medan yang dihadapi berupa perbukitan bahkan tebing dimana sudah diperlukan kekuatan untuk menjaga kesimbangan tubuh serta menambah ketinggian. Ice/Snow Climbing tak beda dengan Rock Climbing, namun medan yang dihadapi berupa perbukitan atau tebing es/salju.
Rock Climbing sendiri dikenal sebagai suatu perjalanan pendek yang umumnya tidak memakan lebih dari satu – dua hari, namun terkadang lebih, dan kegiatan ini sangat membutuhkan penguasaan tehnik pemanjatan dan pemakaian peralatan.
Kadang timbul pertanyaan pada diri kita; kenapa sih naik gunung? Goerge L. Mallory (pendaki legendaris Inggris) menjawabnya dengan; Because it”s there. Lalu pertanyaan lainnya, apa yang kau dapatkan disana? Reinhold Messner, seorang pendaki besar yang berpengalaman di Himalaya menjawabnya; The mountains tell you, quite ruthlessly, who you are, and what you are. Mountaineering is as game where you can’t cheat……… more than that, what’s important I your determination cool nerves, and knowing how to make the right choice.
Olahraga seperti ini adalah menyenangkan, barangkali sedikit egois. Segala kenikmatan pada saat kita menyelesaikan sebuah medan sulit adalah milik kita sendiri, tidak ada sorak sorai, apalagi pengalungan medali. Sebaliknya, adanya kecelakaan dalam suatu pendakian adalah karena kelalain, karena kekurang hati-hatian, kurang memperhitungkan kemampuan diri atau bahkan keegoisan. Banyak pendaki melakukan turun tebing dengan melompat-lompat bahkan sangat cepat, padahal ini sangat berbahaya, juga memperpendek usia peralatan. Sebaiknya kita menganggap panjat tebing sebagai hobi, seperti hobi-hobi lainnya. Sebagai gambaran bisa kita simak perkataan Walter Bonatti, seorang pendaki kawakan dari Italia, saat melakukan pemanjatan solonya di tebing yang mengerikan di Swiss. Ketika ia sedang mengalami kesulitan melewati dinding overhang (dinding yang menggantung dengan kemiringan 90°), sebuah pesawat yang mencarinya mengitarinya. Kehadiran pesawat menekan kesendiriannya. “ Siapa yang mengatakan bahwa mereka melihatku?, aku berfikir dan merasa bahwa pesawat tersebut adalah bagian dari diriku, yang kini meninggalkan dan merobek hatiku. Aku mulai sadar bahwa aku lebih suka jika terdapat kesunyian yang mutlak. Semua yang tejadi dalam waktu singkat tadi seakan-akan merupakan usaha akhir untuk menghubungkan diriku dengan kehidupan yang mempunyai arti bagi diriku. Pesawat itu berputar-putar kemudian meninggalkan diriku yang seperti mati..”
Rock Climbing adalah tehnik memanjat tebing batu dengan memanfaatkan cacat batuan, baik rekahan maupun tonjolan batu ( crack and ledges ). Dengan pengertian ini maka memanjat tebing tanpa memanfaatkan cacat batuan bukan lagi tehnik Rock Climbing.
Dalam tehnik memanjat, bermacam tonjolan dan rekahan (crack and ledges) dijadikan tumpuan kaki dan tangan, permukaan tebing yang tak rata, karena mengalami pengikisan, akibat pengaruh suhu, angin, air dan lainnya. Dinding mengalami kontraksi dan ekspansi, yang kemudian memunculkan celah dan lubang dari yang kecil, sempit, hingga panjang dan lebar, sehingga dapat djadikan tumpuan.
Tehnik memanjat tebing pada dasarnya merupakan cara agar kita dapat menempatkan tubuh sedemikian rupa, sehingga cukup stabil, memberi peluang untuk bergerak dan dapat bertahan lama (tidak melelahkan). Dengan demikian kita dapat melakukan pemanjatan dengan tepat, aman dan sedapat mungkin cepat.

II. KLASIFIKASI PANJAT TEBING
Dalam panjat tebing terdapat dua klasifikasi pembedaan yaitu;

1.
Pembedaan antara Free Climbing dengan Artificial climbing.
Free Climbing adalah suatu tipe dimana si pemanjat menambah ketinggian dengan menggunakan kemampuan dirinya sendiri, artinya tidak dengan bantuan alat penambah ketinggian. Dalam Free Climbing alat digunakan hanya sebatas pengaman. Bedanya dengan Artificial Climbing, dipakai pula peralatan untuk menambah ketinggian.
2.Pembedaan antara Sport Climbing dengan Adventure Climbing.
Sport Climbing adalah suatu pemanjatan yang lebih menekankan pada faktor olahraganya, dalam Sport Climbing, pemanjatan dipandang seperti halnya olahraga yaitu untuk menjaga kesehatan tubuh. Sedangkan pada Adventure Climbing, yang ditekankan adalah nilai petualangannnya.

III. KASIFIKASI dan GRADE DALAM PANJAT TEBING
Kelas
Seperti dalam olahraga lainnya, seorang atlit dapat terukur kemampuannya pada suatu tingkat pertandingan. Dalam panjat tebing terdapat klasifikasi tebing berdasarkan tingkat kesulitannya, dengan demikian dapat diukur kemampuan seseorang. Sierra Club, sebuah klub mountaineering membagi kelas-kelas tersebut, terdiri dari;
Kelas 1. Cross Country Hiking
Perjalanan biasa tanpa membutuhkan bantuan tangan untuk mendaki atau menambah ketinggian. Medan dapat dilalui dengan berjalan tegak dan tidak memerlukan peralatan khusus.
Kelas 2. Scrambling
Medannya sedikit sulit, sehingga diperlukan sepatu yang memadai dan penggunaan tangan sebagai pembantu, namum belum meggunakan tali.
Kelas 3. Easy Climbing
Secara scrambling dengan bantuan dasar teknik mendaki (climbing) sangat membantu, untuk pendaki yang kurang pengalaman dapat menggunakan tali. Medan semakin curam, sehingga dibutuhkan tehnik - tehnik Climbing, tetapi tali pengaman belum begitu dibutuhkan.
Kelas 4. Rope climbing with belaying
Kesulitan bertambah, sebagai pengaman, belay (pengaman) dipasang pada anchor (titik tambat) alamiah atau buatan, dibutuhkan tali pengaman dan pasak tebing untuk anchor atau runners (Exposeed Climbing ).
Kelas 5
. Kelas ini dibagi menjadi 12 tingkatan (5.1 sampai 5.14), dimana semakin tinggi angka di belakang angka 5, berarti semakin tinggi tingkat kesulitan tebing. Pada kelas ini, runners mulai dipakai sebagai pengaman. Kelas 5 sendiri terbagi atas;
5.1 - 5.4
Terdapat dua tumpuan untuk tangan dan dua untuk kaki dalam tiap gerakan. pegangan bertambah kecil sesuai dengan pertambahan angka.
5.5 - 5.6
Ada tumpuan kedua tangan dan kaki bagi yang berpengalaman, tapi belum tentu untuk pemula
5,7 - 5,8
Lintasan pemanjatan untuk pegangan dan pijakan sangat banyak, besar dan mudah didapat. Sudut kemiringan tebing belum mencapai 90 derajat.
5.9
Mulai agak sulit, dimana jarak antar pegangan dan pijakan mulai berjauhan tetapi masih banyak dan besar
5.10
Kesulitan bertambah. Komposisi pegangan dan pijakan mulai bervariasi, besar dan kecil. Jarak antara celah dan tonjolan mulai berjauhan. Terdapat dua tumpuan tangan dan satu tumpuan kaki, factor kesimbangan mulai dibutuhkan
5.11 - 5,12 Letak satu pegangan dengan yang lainnya berjauhan dan berukuran kecil, yang hanya dapat dipegang oleh beberapa jari saja. Kedua kaki mulai bergerak melebar agar dapat bertumpu pada tumpuan berikutnya. Bentuk tebing mulai bervariasi antara overhang dan roof.
5,13 – 5.14
Jalur lintasan bervariasi antara tebing overhang dan roof dengan satu tumpuan kaki dan satu tumpuan tangan. pemanjat mulai melakukan gerakan gesek (friction) dan bertumpu pada ujung jari (edginh), bahkan harus mengaitkan tumit pada pijakan (hooking)


Dibawah ini adalah penomeran tingkat kesulitan kelas 5 yang berbeda nomor di tiga negara


GRADING COMPARISON CHART

AUSTRIA

PERANCIS

AMERIKA SERIKAT

9

4

5.6

10

4

5.6

11

5a

5.7

12

5a+

5.8

13

5b

5.8

14

5b+

5.8

15

5c

5.9

16

5c+

5.10a

17

6a

5.10b

18

6a+

5.10c

19

6b

5.10d

20

6b+

5.11a

21

6c

5.11b

22

6c+

5.11c

23

7a

5.11d

24

7a+

5.12a

25

7b

5.12b

26

7b+

5.12c

27

7c

5.12d

28

7c+

5.13a

29

8a

5.13b

30

8a+

5.13c

31

8b

5.13d

32

8b+

5.14a

33

8c

5.14b

34

8c+

5.14c

35

9a

5.14


Kelas A

Tingkat kesulitan ini dihitung berdasarkan alat-alat yang digunakan untuk menambah ketinggian. Karena faktor permukaan tebing, seorang pemanjat diharuskan menggunakan alat penambah ketinggian. Dibagi menjadi lima tingkatan (A1 sampai A5). Contoh : Pada tebing kelas 5.4 tidak dapat dilewati tanpa bantuan alat A2, tingkat kesulitan tebing menjadi 5.4 - A2


Grade
Merupakan ukuran banyaknya teknik pendakian yang diperlukan. Faktor rute yang sulit dan cuaca buruk dapat menambah bobot grade menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh, tebing kelas 5.7 yang rendah dan dekat dengan jalan raya, mungkin akan mempunyai grade I (satu). Pembagian grade adalah sebagai berikut;

Grade
I.
Bagian yang menimbulkan beberapa kesulitan tehnik, namun dapat ditempuh dalam satu jam. Dengan banyak pitch 1 -2 saja.
Grade II
. Bagian yang menimbulkan beberapa kesulitan teknik, dan harus ditempuh berkisar kira – kira 1 sampai 4 jam. Dengan pitch terbanyak 4 pitch
Grade III
. Bagian yang menimbulkan kesulitan teknik, Harus ditempuh sekitar 4 – 7 jam. dan membutuhkan bantuan alat untuk naik., dengan jumlah tahapan 3 – 8 pitch
Grade IV.
Membutuhkan waktu 7 -10 jam. Medan tersulit dibawah Class 5.7, dengan jumlah tahapan pemanjatan antara 6 -12 pitch
Grade V
. Membutuhkan waktu 1 – 2 hari. Medan tersulit dibawah Class 5,8. dengan tahapan pemanjatan anatara 10 sampai dengan 18 pitch.
Grade VI
. Biasanya membutuhkan waktu dua hari atau lebih dengan banyak medan sulit untuk free climbing maupun artificial climbing. Banyaknya pitch lebih dari 15.

IV. TEHNIK PANJAT TEBING
A. STRUKTUR GUNUNG dan TEBING

Dengan mengetahui struktur gunung atau tebing, akan lebih mudah untuk merencanakan sebuah jalur yang akan dipanjat, merencanakan tempat untuk beristirahat, dan sebagainya. Faktor lain yang memiliki kaitan erat adalah musim dan cuaca, terutama arah angin. Akan lebih sulit memanjat suatu dinding bagian selatan saat angin bertiup kencang dari arah selatan, daripada saat angin bertiup dari arah utara

Seperti juga pada mendaki gunung (hill walking), memanjat tebing juga memerlukan pengetahuan rute yang akan diambil. Di negara-negara maju disediakan buku petunjuk rute suatu tebing dengan tingkat kesulitan, bahkan peralatan yang dipakai. Dengan demikian pemanjat dapat memanjat dengan memperhitungkan kemampuannya.

Umumnya dinding tebing terdiri dari bermacam-macam crack and ledges, yang disebabkan pengaruh suhu, angin, iklim, hujan dan faktor lainnya. Dinding mengalami kontraksi dan ekspansi yang kemudian memunculkan celah dan lubang dari yang kecil, sempit, hingga panjang dan lebar. Karena sering mengalami pengikisan permukaan tebing menjadi tidak rata, sehingga dapat dijadikan tumpuan

Pengetahuan dasar tentang stuktur tebing itu sendiri juga sangat perlu diketahui. Antara lain;

·Bentuk tebing bagian yang dilihat secara keseluruhan mulai dasar sampai puncak
·Blank bentuk tebing yang mempunyai sudut 90° atau vertical
·Overhang bentuk tebing yang mempunyaio kemiringan 10° - 80°, terletak
·Roof bentuk tebing yang mempuyai sudut 0° - 80°, terletak menjorok ke dalam
·Top bagian tebing paling atas, yang merupakan tujuan akhir pemanjatan

Kemudian ada soal bentuk permukaan tebing yang merupakan bagian dari tebing nantinya akan digunakan untuk pegangan atau pijakan dalam suatu pemanjatan. Bagian ini dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu



-
Face permukaan tebing mempunyai tonjolan


- Slap / friction permukaan tebing yang tanpa tonjolan atau celah, rata, dan tak ada cacat batuan

- Fissure permukaan tebing yang mempunyai celah/crack

Tidak ada komentar: